Saturday, April 30, 2011

HIV pada Anak


Sekarang ini, mayoritas kasus infeksi HIV dan AIDS yang dilaporkan di Amerika Serikat terdapat pada kaum homo dan laki-laki biseksual. Tetapi, kecepatan bertambahnya kasus HIV positif baru terdapat pula pada orang-orang heteroseksual. Enam puluh lima persen remaja HIV positif antara 13 dan 19 tahun trinfekasi melalui hubungan seksual atau pemakaian obat intravena. Kemajuan cara penyaringan produk darah terhadap HIV akhir-akhir ini sangat mengurangi insiden infeksi baru melalui transfuse darah dinegara-negara yang telah berkembang.
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDs) adalah suatu penyakit yang disebabkan virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh.
Empat populasi utama pada kelompok usia pediatric yang terkena HIV:
1. Bayi yang terinfeksi melalui penularan perinatal dari ibu yang terinfeksi.
2. Anak-anak yang telah menerima produk darah (terutama anak dengan hemophilia).
3. Remaja yang terinfeksi setelah terlibat dalam perilaku resiko tinggi.
4. Bayi yang mendapat ASI.
Etiologi
Penyebab penyakit AIDs adalah HIV yaitu virus yang masuk dalam kelompok retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan tubuh manusia. Penyakit ini dapat ditularkan melalui penularan seksual, kontaminasi patogen di dalam darah, dan penularan masa perinatal.

Penularan
Penularan HIV dari bayi kepada bayinya dapat melalui:
• Dari ibu kepada anak dalam kandungannya (antepartum)
• Selama persalinan (intrapartum)
• Bayi baru lahir terpajan oleh cairan tubuh ibu yang terinfeksi (postpartum)
• Bayi tertular melalui pemberian ASI

PATOFISIOLOGI
Hasil penelitian menunujukkan bahwa penyebab Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah human immunodeficiency virus (HIV),yang melekat dan memasuki limfosit T helper CD4positif. Virus tersebut menginfeksi limfosit CD4positif dan sel-sel imunologik lain dan orang itu mengalami destruksi sel CD4positif secara bertahap. Sel-sel ini yang memperkuat dan mengulang respon imunologik,diperlukan untuk mempertahankan kesehatan yang baik dan bila sel-sel tersebut berkurang dan rusak,maka fungsi imunologik lain mulai terganggu.
HIV dapat pula menginfeksi makrofag, sel-sel yang dipakai virus untuk melewati sawar darah otak masuk ke dalam otak. Fungsi limfosit B juga terpengaruh dengan peningkatan produksi immunoglobulin total sehubungan dengan penurunan produksi antibody spesifik. Dengan memburuknya system imun secara progresif, tubuh menjadi semakin rentan terhadap infeksi oportunis dan juga berkurang kemampuannya dalam memperlambat replikasi HIV. Infeksi HIV dimanifestasikan sebagai penyakit multisistem yang dapat bersifat dorman selama bertahun-tahun sambil menyebabkan imunodefisiensi secara bertahap. Kecepatan perkembangan dan manifestasi klinis dari penyakit ini bervariasi dari orang ke orang.

Pathway
• Fase I
virion HIV–>sel dendrit–>kelenjar getah bening–>jaringan limfoid–>virema & sindrom HIV akut–>ke seluruh tubuh–>respon imun adaptif–>virema berkurang.
1. Fase II
replikasi HIV & destruksi sel –> penghancuran sel T CD4+ –> fase kronik progresif
• Fase III
infeksi–> respon imun–>peningkatan produksi HIV–>AIDs–>distruksi seluruh jaringan limfoid perifer, penurunan jumlah sel T CD4, virema HIV meningkat –> infeksi oportunistik, neoplasma, gagal ginjal, degenerasi SSP.

MANIFESTASI KLINIS
Bayi dan Anak
Anak-anak dengan infeksi HIV yang didapat pada masa perinatal tampak normal pada saat lahir dan mulai timbul gejala pada 2 tahun pertama kehidupan. Manifestasi klinisnya antara lain:
1. Berat badan lahir rendah
2. Gagal tumbuh
3. Limfadenopati umum
4. Hepatosplenomegali
5. Sinusitis
6. Infeksi saluran pernafasan atas berulang
7. Parotitis
8. Diare kronik dan kambuhan
9. Infeksi bakteri dan virus kambuhan
10. Infeksi virus Epstein-Barr persisten
11. Sariawan orofarings
12. Trombositopenia
13. Infeksi bakteri seperti meningitis
14. Pneumonia interstisial kronik
Lima puluh persen anak-anak dengan infeksi HIV terkena sarafnya yang memanifestasikan dirinya sebagai ensefalopati progresif. perkembangan yang terhambat atau hilangnya perkembangan motoris.

Remaja
Kebanyakan remaja yang terinfeksi mengalami periode penyakit yang asimtomatik yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun. Hal ini diikuti tanda dan gejala yang dimulai beberapa minggu sampai beberapa bulan sebelum timbulnya infeksi oportunistik dan keganasan. Tanda dan gejala tersebut antara lain adalah:
1. Demam
2. Malaise
3. Keletihan
4. Keringat malam
5. Penurunan berat badan yang tidak nyata
6. Diare kronik atau kambuhan
7. Limfadenopati umum
8. Kandidiasis oral artralgia dan mialgia

KATEGORI KLINIS HIV
Kategori N: Tidak bergejala
Anak-anak tanpa tanda atau gejala infeksi HIV
Kategori A: Gejala ringan
Anak-anak mengalami dua atau lebih gejala berikut ini:
• Limfadenopati
• Hepatomegali
• Splenomegali
• Dermatitis
• Hepatitis
• Parotitis
• Infeksi saluran pernafasn atas yang kambuhan/persisten,sinusitis atau otitis media.

Kategori B: Gejala sedang
Anak-anak dengan kondisi simtomatik karena infeksi HIV atau menunjukkan kekurangan kekebalan karena infeksi HIV;contoh dari kondisi-kondisi tersebut adalah sebagai berikut:
• Anemia,neutropenia,trombositopenia selama > 30 hari
• Meningitis bacterial,pneumonia atau sepsis
• Sariawan persisten selama lebih dari 2 bulan pada anak di atas 6 bulan
• Kardiomiopati
• Infeksi sitomegalovirus dengan awitan sebelum berusia 1 bulan
• Diare,kambuhan atau kronik
• Hepatitis
• Stomatitis herpes,kambuhan
• Bronchitis,pneumonitis atau esofagitis HSV dengan awitan sebelum berusia 1 bulan
• Herpes zoster,dua atau lebih episode
• Leiomiosarkoma
• Pneumonia interstisial limfoid atau kompleks hyperplasia limfoid pulmoner (LIP/PLH0
• Nefropati
• Nokardiosis
• Varisela zoster persisten
• Demam persisten > 1 bulann
• Toksoplasmosis,awitan sebelum berusia 1 bulan
• Varisela diseminata (cacar air berkomplikasi)

Kategori C: Gejala hebat
Anak dengan kondisi berikut ini:
• Infeksi bacterial multiple atau kambuhan
• Kandidiasis pada trakea,bronki,paru atau esophagus
• Koksidioidomikosis diseminata atau ekstrapulmoner
• Kriptosporodisis,intestinal kronik
• Penyakit sitomegalovirus (selain hati,limpa,nodus),dimulai pada umur > 1 tahun
• Retinitis sitomegalovirus (dengan kehilangan penglihatan)
• Ensefalopati HIV
• Ulkus herpes simpleks kronis (durasi > 1 bulan
• Histoplasmosis diseminata atau ekstrapulmoner
• Isosporiasis intestinal kronik (durasi 1 bulan)
• Sarcoma Kaposi
• Limfoma,primer di otak
• Limfoma (sarcoma Burkitt atau sarcoma imunoblastik)
• Kompleks mycobacterium avium atau mycobacterium kansasii,diseminata atau ekstrapulmoner
• Pneumonia pneumocystis carinii
• Leukoensefalopati multifocal progresif
• Septikemis salmonella,kambuhan
• Toksoplasmosis pada otak,awitan saat berumur >1 bulan
• Wasting syndrome karena HIV
Dimodifikasi dari centers for Disease Control:1994 revised classification system for human immunodeficiency virus infection in children less than 13 years of age,MMWR 43(120):1994

UJI LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK
1. ELISA : Enzyme-linked immunosorbent assay(uji awal yang umum)- mendeteksi anti bodi terhadap antigen HIV ( umumnya dipakai untuk skrining HIV pada individu yang berusia lebih dari 2 tahun )
2. Western blot( uji konfirmasi yang umum) mendeteksi adanya anti bodi terhadap beberapa protein spesifik HIV.
3. Kultur HIV standar emas untuk memastikan diagnosis pada bayi.
4. Reaksi rantai polimerese( Polymerase chain reaction(PCR) mendeteksi asam deoksiribonukleat(DNA) HIV (uji langsung ini bermanfaat untuk mendiagnosis HIV pada bayi dan anak)
5. Uji antigen HIV mendeteksi antigen HIV
6. HIV, IgA,IgM mendeteksi antibody HIV yang diproduksi bayi (secara ekperimental dipakai untuk mendiagnosis HIV pada bayi).

Mendiagnosis infeksi HIV pada bayi dari ibu yang terinfeksi HIV tidak mudah. Dengan menggunakan gabungan dari tes-tes diatas, diagnosis dapat ditetapkan pada kebanyakan anak yang terinfeksi sebelum berusia 6 bulan. Temuan laboratorium ini umumnya terdapat pada bayi dan anak-anak yang terinfeksi HIV:
1. Penurunan jumlah limfosit CD4 positif absolute
2. Penurunan persentase CD4
3. Penurunan rasio CD4 terhadap CD8
4. Limfopenia
5. Anemia,trombositopenia
6. Hipergammaglobulinemia(IgG,IgA,IgM)
7. Penurunan respons terhadap tes kulit (Candida albicans,tetanus)
8. Respon buruk terhadap vaksin yang didapat (difteria,tetanus,morbili,haemophilus influenza tipe B)

Bayi yang lahir dari ibu HIV positif,yang berusia kurang dari 18 bulan dan yang menunjukkan uji positif untuk sekurang-kurangnya dua determinasi terpisah dari kultur HIV,reaksi rantai polymerase HIV atau antigen HIV,maka ia dapat dikatakan “teinfeksi HIV”.Bayi yang lahir dari ibu positif,berusia kurang dari 18 bulan dan tidak positif terhadpa ketiga uji tersebut dikatakan “terpajan pada masa perinatal”. Bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV,yang ternyata antibody HIV negative dan tidak ada bukti laboratorium lain yang menunjukkan bahwa ia terinfeksi HIV, maka ia dikatakan “seroreventer”.

PENATALAKSANAAN MEDIS
Hingga kini belum ada penyembuhan untuk infeksi HIV dan AIDS. Penatalaksanaan AIDS dimulai dengan evaluasi staging untuk menentukan perkembangan penyakit dan pengobatan yang sesuai. Anak dikategorikan sesuai tabel 3 dengan menggunakan tiga parameter:status kekebalan,status infeksi dan status klinik. Seorang anak dengan tanda dan gejala ringan tetapi tanpa bukti adanya supresi imun dikategorikan sebagai A2. Status imun didasarkan pada jumlah CD4 atau persentase CD4,yang tergantung usia anak,sesuai tabel 4.
Selain mengendalikan perkembangan penyakit,pengobatan ditujukan terhadap mencegah dan menangani infeksi oportunistik seperti kandidiasis dan pneumonia interstisial.
Azidotimidin (zidovudin),videks dan zacitabin (ddc) adlah obat-obatan untuk infeksi HIV dengan jumlah CD4 rendah. Videks dan ddc kurang bermanfaat untuk penyakit system saraf pusat. Trimetropim sulfametoksazol (septra,bactrim) dan pentamadin digunakan untuk pengobatan dan profilaksis pneumonia cariini setiap bulan sekali berguna untuk mencegah infeksi bakteri berat pada anak,selain untuk hipogamaglobulinemia.
Imunisasi disarankan untuk anak-anak dengan infeksi HIV. Sebagai ganti vaksin poliovirus (OPV),anak-anak diberi vaksin virus polio yang tidak aktif (IPV).

PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Riwayat : tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obat- obat.
2. Penampilan umum : pucat, kelaparan.
3. Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.
4. Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup, ungkapkan perasaan takut, cemas, meringis.
5. Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl, hilang interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses piker, hilang memori, gangguan atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi
6. HEENT : nyeri periorbital, fotophobia, sakit kepala, edem muka, tinitus, ulser pada bibir atau mulut, mulut kering, suara berubah, disfagia, epsitaksis.
7. Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan , kaku kuduk,kejang,paraplegia.
8. Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL.
9. Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.
10. Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot Bantu pernapasan, batuk produktif atau nonproduktif.
11. GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare, inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.
12. Gu : lesi atau eksudat pada genital,
13. Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
- Resiko tinggi infeksi
- Perubahan pertumbuhan dan perkembangan
- Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
- Perubahan proses keluarga
- Antisipasi berduka
- Ketidakpatuhan terhadap program pengobatan
- Gangguan interaksi social

INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Lindungi bayi, anak, atau remaja dari kontak infeksius (lihat kotak di bawah); meskipun kontak biasa dari orang ke orang tidak menularkan HIV, sejumlah saran dibuat untuk anak-anak dengan HIV dan AIDS.
a. Pengelola panti asuhan hendaknya dididik agar berhati-hati terhadap
pemajanan darah, kontaminasi saliva, dan perlindungan terhadap infeksi.
b. Kehadiran di fasilitas perawatan harian hendaknya dievaluasi secara perorangan.
c. Pasien hendaknya masuk sekolah jika kesehatan, perkembangan
neurologic, perilaku, dan status imunnnya sesuai.
2. Cegah penularan infeksi HIV
a. Bersihkan bekas darah atau cairan tubuh lain dengan larutan khusus
(rasio 10 : 1 antara air berbanding pemutih)
b. Pakai sarung tangan lateks bila akan terpajan darah atau cairan
tubuh.
c. Pakai masker dengan pelindung mata jika ada kemungkinan terdapat
aerosolisasi atau terkena percikan darah atau caira tubuh
d. Cuci tangan setelah terpajan darah atau cairan tubuh dan sesudah
melepas sarung tangan
e. Letakkan jarum tanpa penutup yang dikaitkan ke spuit (dan benda
tajam lain) dalam kotak tertutup yang tahan tusukan, dengan diberi
label sebagai limbah berbahaya/ infeksius.
f. Sampah-sampah yang terkontaminasi darah dimasukkan ke dalam
kantong plastik limbah khusus
3. Lindungi anak dari kontak infeksius bila tingkat kekebalan anak rendah (immunocompromized)
a. Skrinning infeksi
b. Tempatkan anak bersama anak yang non-infeksi
4. Kaji pencapaian perkembangan anak dan status nutrisinya
a. Berikan aktivitas stimulasi yang sesuai usia (lihat bagian pertumbuhan
dan perkembangan)
b. Pantau pola pertumbuhan (tinggi, berat badan, lingkar kepala) dan
rujuk ke ahli gizi untuk mendapatkan intervensi nutrisi
5. Libatkan pekerja social dan anggota tim kesehatan lain untuk membantu anak dan keluarga mengatasi krisis dan stress terhadap penyakit kronik dan fatal
a. Dorong anak dan keluarga untuk mengekspresikan perasaannya
b. Rujuk ke rohaniawan untuk mendapatkan dukungan spiritual
c. Diskusikan kemungkinan kematian anak dengan orang tua dan anak.
d. Dorong anggota keluarga untuk mendiskusikan di antara mereka,
dengan keluarga lain, dan teman-teman tentang kemungkinan
meninggalnya si anak.
e. Dorong keluarga membahas kemungkinan meninggalnya orang tua
(jika mungkin)
6. Bantu keluarga untuk mengidentifikasi factor-faktor yang menghambat kepatuhan terhadap rencana pengobatan.
a. Ajarkan pada pasien dan keluarga tentang resiko tidak kepatuhan.
b. Bantu keluarga menetapkan jadwal yang mengoptimalkan efek terapeutik dari pengobatan dan sesuai dengan gaya hidup keluarga
7. Dorong anak untuk berperan aktif dalam aktifitas bersama anak-anak lain.
a. Bantu anak dan keluarga dalam mengidentifikasi kekuatan pribadi
masing-masing
b. Ajarkan pada karyawan sekolah dan teman-teman sekelas atau
perawat harian tentang infeksi HIV dan AIDS
c. Ajari remaja tentang penularan seksual, pematangan, pemakaian
d. kondom dengan nonoxynol-9, bahaya seks bebas, dan perilaku
beresiko lainnya.
e. Ajari remaja tentang hubungan antara penyalahgunaan obat dan
perilaku beresiko.
f. Anjurkan untuk menggunakan dukungan dari keluarga teman-teman
serta merujuk kepada kelompok pendukung AIDS bila perlu.
g. Berkolaborasi dengan perawat sekolah sehubungan dengan kondisi
anak.
Perencanaan Pulang dan Perawatan di Rumah
1. Ajarkan pada anak dan keluarga untuk menghubungi tim kesehatan
bila terdapat tanda-tanda atau gejala infeksi.
2. Ajarkan pada anak dan keluarga untuk mengamati respons terhadap
pengobatan dan memberitahu dokter tentang adanya efek samping.
3. Ajarkan pada anak dan keluarga tentang penjadwalan pemeriksaan
tindak lanjut.
a. Nama dan nomor telepon dokter serta anggota tim kesehatan
lain yang sesuai
b. Tanggal dan waktu serta tujuan kunjungan pemeriksaan
tindak lanjut
Pencegahan
Penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui :
1. Saat hamil. Penggunaan antiretroviral selama kehamilan yang bertujuan agar vital load rendah sehingga jumlah virus yang ada di dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan HIV.
2. Saat melahirkan. Penggunaan antiretroviral(Nevirapine) saat persalinan dan bayi baru dilahirkan dan persalinan sebaiknya dilakukan dengan metode sectio caesar karena terbukti mengurangi resiko penularan sebanyak 80%.
3. Setelah lahir. Informasi yang lengkap kepada ibu tentang resiko
dan manfaat ASI

HASIL YANG DIHARAPKAN
1. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda atau gejala infeksi
2. Anak dan keluarga menunjukkan pemahaman tentang perawatan di rumah dan perlunya pemeriksaan tindak lanjut
3. Anak ikut serta dalam aktivitas bersama keluarga dan teman sebaya.